26 Des 2011

MENGAPA UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS WAJIB DILAKUKAN

Uji Validitas dan reliabilitas Wajib dilakukan apabila kita membuat kuisioner baru dan bukan mengambil dari kuisioner atau alat uji yang sudah paten (mis. Alat tes untuk psikologi, dll). Menggunakan alat pengumpul data berupa kuisioner sangat riskan terhadap terjadinya data yang tidak valid dan atau tidak reliable (BIAS). Hal tersebut dapat terjadi apabila:

1. Sampel yang diambil tidak sesuai dengan kriteria sampel yang diamati. (Mis. Kuisioner untuk akunting tapi
    diujicobakan dengan sampel para petani, dengan kata lain salah orang untuk uji coba kuisioner)
2. Pada saat pengambilan sampel tidak memperhatikan waktu yang tepat, sehingga responden cenderung
    mengisi secara asal-asalan.
3. Item pertanyaan yang dibuat terlalu panjang sehingga responden agak malas untuk membaca hingga
    selesai, akibatnya jawaban yang diberikan menjadi tidak sesuai yang diharapkan.
4. Item pertanyaan memuat kalimat-kalimat yang AMBIGU atau membingungkan bagi responden.
5. Item pertanyaan yang menggunakan istilah-istilah yang tidak umum (mis. Istilah medis, kalimat ilmiah, dll)
    tanpa keterangan yang jelas sehingga responden tidak mudah memahami maksud dari pertanyaan yang
   diberikan.
6. Kondisi responden juga sangat berpengaruh (lagi emosi, sibuk dengan pekerjaannya, lagi sakit, dll) atau
    responden dalam tekanan (Mis. Responden ditungguin sambil diajak ngobrol, atau responden
   dikumpulkan dalam sebuah ruangan, dan diminta mengisi kuisioner seperti tes CPNS dengan waktu yang
   telah ditentukan, dll).
7. Ketidakjujuran responden dalam mengisi jawaban dari pertanyaan (mis. Takut ketahuan atasannya, takut
   diketahui tentang jati dirinya, dll)

Faktor-faktor tersebut merupakan kendala-kendala yang harus dihindari apabila menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data.

4 Des 2011

Pengertian dan Kegunaan Ekonometrika

Ekonometrika merupakan perpaduan dari teori ekonomi, matematika dan statistika, yang dapat digunakan untuk memecahkan persoalan ekonomi yang bersifat kuantitatif, secara empiris. Teori ekonomi berfungsi untuk mengidentifikasi variabel-variabel yang terlibat dalam suatu gejala ekonomi dan atau teori ekonomi yang akan dianalisis, beserta banyaknya hubungan antarvariabel. Matematika berfungsi untuk merumuskan hubungan antarvariabel tersebut dalam bentuk persamaan matematis, agar dapat diuji keberlakuannya secara empiris. Sedangkan statistika berfungsi untuk menentukan nilai koefisien daripada variabel-variabel ekonomi beserta tingkat keeratan hubungan dan pengaruh antarvariabelnya.
Sebagai perpaduan dari teori ekonomi, matematika dan statistika, ekonometrika dapat diartikan sebagai bidang studi yang mempelajari gejala ekonomi dan atau teori ekonomi yang bersifat kuantitatif, secara empiris, berdasarkan rumusan matematis dan analisis statistika. Sehingga sangat berguna dalam merumuskan model, menganalisis data empiris untuk menguji keberlakuan suatu teori ekonomi dan atau memecahkan persoalan yang terdapat dalam suatu gejala ekonomi, serta untuk menarik kesimpulan yang sangat bermanfaat dalam penentuan kebijakan, dan meramalkan gerak perubahan nilai variabel.
Pendekatan Ekonometrika
Analisis deskriptif adalah suatu model pendekatan yang menguraikan suatu kejadian atau suatu kesatuan ekonomi menjadi beberapa bagian atau komponen yang lebih kecil, agar dapat diketahui indikator variabel yang dominan, rasio perbandingan antarvariabel-variabelnya, dan proporsi setiap komponen dari keseluruhan kejadian ekonomi tersebut. Sedangkan analisis regresi adalah suatu model pendekatan yang melihat gerak perubahan suatu variabel, dalam kaitannya dengan gerak perubahan variabel lain yang dapat mempengaruhiya.
Metode Analisis
Dalam analisis ekonometrika Anda mengenal adanya metode persamaaan tunggal dan persamaan serempak. Metode persamaan tunggal menggambarkan bentuk satu persamaan yang bersifat satu arah, sedangkan metode persamaan serempak menggambar kan lebih dari satu bentuk persamaan dan bersifat timbal balik.
Persamaan tunggal dapat dibedakan menjadi persamaan tunggal berdasarkan data berkala dan persamaan tunggal berdasarkan persamaan regresi, sedangkan persamaan serempak dapat dibedakan menjadi persamaan pengertian dan persamaan tingkah laku.
Dalam persamaan serempak Anda juga mengenal adanya variabel endogen dan variabel eksogen. Variabel eksogen adalah variabel yang gerak perubahan nilainya ditentukan dari luar siklus kegiatan ekonomi namun dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi, sedangkan variabel endogen adalah variabel yang gerak perubahan nilainya bersumber dari hasil kegiatan ekonominya itu sendiri.
Selain perbedaan metode analisis, dalam analisis ekonometrika juga selalu diperhitungkan adanya unsur kesalahan pengganggu. Yaitu variabel acak yang mewakili semua variabel lain yang dapat mempengaruhi perubahan variabel terikat, namun tidak dimasukkan dalam model persamaannya, sehingga tidak turut diperhitungkan. Variabel yang dikatagorikan sebagai unsur kesalahan pengganggu, sebenarnya juga memiliki peluang untuk terpilih sebagai variabel yang dapat mempengaruhi. Sehingga disebut sebagai variabel acak.
Analisis ekonometrika dapat dibedakan menjadi ekonometrika yang bersifat teoritis dan ekonometrika terapan. Ekonometrika teoritis adalah pengembangan metode yang tepat untuk mengukur pengaruh hubungan antarvariabel ekonomi berdasarkan model ekonometrika, sedangkan ekonometrika terapan adalah penggunaan ekonometrika teoritis untuk menganalisis gejala ekonomi dan atau teori ekonomi yang bersifat khusus.
Tahapan Analisis
Perumusan model bisa bersumber dari teori ekonomi dan bisa pula dari gejala ekonomi, model yang bersumber dari teori dapat diartikan sebagai himpunan persamaan-persamaan matematis. Sedangkan model yang bersumber dari gejala ekonomi diartikan sebagai penyederhanaan dari keadaan perekonomian yang sesungguhnya.
Dalam perumusan model Anda juga telah mengenal adanya model persamaan tunggal dan model persamaan serempak. Model persamaan tunggal menggambarkan bentuk hubungan antarvariabel yang bersifat satu arah, yaitu pengaruh dari variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Sedangkan model persamaan serempak menggambaran pengaruh hubungan yang bersifat timbal-balik.
Disamping itu dalam perumusan model, adakalanya sudah diperhitungkan adanya unsur beda waktu. Kalau beda waktu tersebut hanya ada pada variabel bebas, maka model persamaannya dinamakan model persamaan beda waktu. Namun kalau beda waktu tersebut terdapat juga pada variabel terikat, maka model persamaannya dinamakan model persamaan autoregresif.
Setelah Anda merumuskan model, tahap berikutnya yang Anda lakukan adalah menaksir nilai parameter. Penaksiran dilalakukan karena Anda belum melakukan analisis data secara empiris, sehingga belum mangetahui besamya nilsi parameter yang sesungguhnya. Setelah menaksir nilai parameter, baru kemudian dilakukan pengujian nilai parameter, yang lebih dikenal sebagai pengujian hipotesis, dengan menggunakan tes statistik kai kuadrat, uji t dan uji F yang menggunakan tabel analisis varians (anava).
Dari hasil uji hipotesis atau uji parameter, Anda dapat menarik suatu kesimpulan, apakah hipotesis kerja yang Anda kemukakan (H1) dapat diterima secara signifikan atau ditolak? Kalau hipotesis kerja (H1) Anda diterima, maka hipotesis nol (H0) ditolak, sehingga tugas Anda berikutnya adalah melakukan peramalan tentang arah perubahan variabel terikat, manakala perubahan variabel bebas telah diketahui. Namun sebaliknya kalau hipotesis kerja (H1) yang Anda kemukakan ditolak, berarti hipotesis nol (H0) diterima, sehingga yang dapat Anda lakukan adalah kembali merumuskan model. Baik model yang bersumber dari teori ekonomi maupun model yang bersumber dari gejala ekonomi.
Konsep Analisis Regresi
Analisis regresi dapat diartikan sebagai studi ketergantungan satu variabel terikat pada satu atau beberapa variabel bebas yang dapat mempengaruhinya. Dengan rnaksud untuk menaksir dan memprakirakan nilai rata-rata populasi, agar dapat meramalkan besarnya nilai variabel terikat yang sebenarnya dimasa yang akan datang. Untuk membuktikan kebenaran nilai taksiran atau ramalan tersebut, Anda harus membuktikannya secara statistika.
Dalam analisis regresi, variabel yang dianalisis adalah variabel yang memiliki sebaran peluang yang sama, sehingga pemilihan sampelnya bisa bersifat acak atau random atau stokastik. Karena itu sifat hubungan antar variabelnya bukan merupakan hubungan fungsional yang detaministik, yang bersifat pasti. Tetapi juga bukan merupakan hubungan kausal yang bersifat satu arah. Melainkan hubungan ketergantungan statistik, yang, dapat dirumuskan secara matematis dan dianalisis secara statistika.
Fungsi Regresi
Fungsi regresi adalah aturan yang menentukan besarnya pengaruh perubahan variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y), yang bisa Anda nyatakan dalam bentuk persamaan Y = f (X). Yang artinya variabel terikat (Y) merupakan fungsi dari variabel bebas (X), sehingga perubahan variabel Y mempunyai ketergantungan pada perubahan variabel X. Karena f (X) bisa terdiri dari Bo dan B1 X maka bentuk persamaan Y = f (x) dapat dimodifikasi menjadi Y = Bo + B1 X.
KaLau variabel teIikat (Y) merupakan fungsi linier dari variabel bebas (X) dan juga merupakan fungsi regresi populasi, maka rata-rata harapan Y untuk setiap X yang diketahui, dapat diwubudkan dalam bentuk persamaan rata-rata E(Y/X), dan nilai rataratanya disebut sebagai nilai rata-rata sebenarnya. Sedangkan nilai rata-rata E(Y/X) dalam fungsi regresi sampel, dapat ditaksir dengan menggunakan atau Y topi.
Kesalahan pengganggu yang biasa disimbolkan dengan U atau e bukan hanya berupa penyimpangan individual dari rata-rata harapan kelompoknya, tetapi juga adanya variabel lain yang dapat mempengaruhi perubahan variabel terikat, namun tidak memasukkan dalam model persamaan tidak sangat turut dinamis. Sehingga adanya kesalahan pengganggu dapat mencerminkan bahwa penubahan variabel Y tidak hanya ditentukan oleh variabel X.
Hasil analisis regresi dalam ekonometrika tidak selamanya tepat 100%. Ketidaktepatan ini bukan hanya karena adanya unsur kesalahan pengganggu, karena unsur kesalahan pengganggu dalam ekonometrika dapat dieleminir dan ditentukan besarnya dengan menggunakan metoda kuadrat terkecil. Namun bisa pula dikarenakan tidak terpenuhinya asumsi yang melandasi keberlakuan teorinya, atau karena penggunaan alat ukur variabelnya tidak sahih.
Linieritas Regresi
Pasangan nilai X dan Y yang diwujudkan dalam bentuk titik XY, disebut koordinat. Kalau koordinat-koordinat ini dihubungkan satu sama lain secara berurutan maka akan terbentuk satu garis, yang disebut garis regresi. Jika garis regesi membentuk satu garis lurus, maka garis tersebut dinamakan fungsi linier. Namun kalau tidak membentuk garis lurus, garis regresinya dinamakan fungsi kuIve linier. Fungsi linier dapat menunjukan bentuk hubungan yang positif atau negatif.
Secara geometris linieritas dapat diartikan sebagai garis lurus, yang bisa memiliki nilai positif atau negatif. Suatu linieritas regresi dikatakan positif manakala setiap kenaikan variabel bebas (X) selalu diikuti dengan kenaikan variabel terikat (Y), sehingga garisnya bergerak dari kiri bawah ke kanan atas. Sebaliknya kalau setiap kenaikan variabel bebas (X) selalu diikuti dengan penurunan variabel terikat (Y) maka Inieritasnya dikatakan negatif, dengan garisnya bergerak dari kiri atas ke kanan bawah
Linieritas regresi juga dapat dibedakan menjadi linieritas variabel dan linieritas parameter. Linieritas pararneter muncul karena adanya parameter Bo sebagai nilai Y manakala nilai X = O atau manakala nilai X konstan, yang sekaligus juga bisa menunjukan titik perpotongan antara fungsi linier dengan sumbu Y Sehingga sering disebut sebagai intercept Y, yang bisa memiliki nilai positif, neg,atif, atau sama dengan nol. Jika intercept Y positif, berarti nilai Y lebih besar dari nol, sehingga titik perpotony,an antara fungsi linier dengan sumbu Y akan berada diatas sumbu X. Namun jika negati:f berarti nilai Y lebih kecil dari nol, sehingga titik perpotongan antara fungsi linier dan sumbu Y akan berada dibawah sumbu X. Sedangkan kalau intercept Y sama dengan nol maka titik perpotongan fungsi linier dengan sumbu Y akan berada tepat di titik pertemuan antara sumbu Y dengan surnbu X, atau pada titik nol.
Selain pararneter Bo Anda juga mengenal adanya parameter B1 yang akan membentuk tangen sudut atau slope antara fungsi linier dengan sumbu X, sehingga dapat menggambarkan tingkat kemiIingan fungsi linier. Banyaknya parameter B yang dapat membentuk tangen sudut atau slope, tergantung pada banyaknya variabel bebas atau variabel yang dapat mempengaruhi perubahan variabel terikat. Penentuan posisi nilai parameter bo dan b1 dapat menentukan bentuk garis regresi dan hubungan antar variabelnya, apakah garis regresinya belbentuk garis lurus sehingga hubungan antar variahelnea merupakan fungsi linier, atau tidak linier.
Linieritas Regresi dan Korelasi
Linieritas merupakan landasan utama bagi analisis regresi, karena pelaksanaan tugas regresi dalam peramalan nilai variabel Y untuk variabel X yang telah diketahui secara tepat, hanya dapat dilaksanakan kalau model hubungan antara variabelaya linier. Karena itu penentuan linieritas regresi yang semula banyak menggunakan garis yang menghubungkan koordinat titik-titik XY dalam suatu diagram pencar, kemudian dikembangkan dengan penghitungan estimator bo dan b1 melalui metoda kuadrat terkecil.
Fungsi utama koefisien regresi adalah menentukan model hubungan antar variabel dan peramalkan nilai variabel Y untuk variabel X yang telah diketahui. Fungsi utama koefisien korelasi atau r adalah, untuk menentukan tingkat keeratan atau kekuatan hubungan antar variabel tersebut. Sedangkan fungsi utama koefisien determinasi adalah untuk menguji ketepatan hasil analisis regresi, melalui penentuan besarnya pengaruh vasiabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) secara keseluhan.
Prinsip Metode Kuadrat Terkecil
Penentuan linieritas yang dapat menggambarkan fungsi regresi, sangat penting dalam analisis regresi, karena dapat menentukan ketepatan peramalan variabel terikat. Berdasarkan satuan ukuran yang digunakannya, fungsi regresi dalam model regresi dua variabel dapat Anda bedakan menjadi model log linier, apabila semua nilai komponen yang dianalisis Anda ubah menjadi bentuk bentuk logaritma natural (ln). Semi log, apabila hanya sebagian komponen yang Anda ubah menjadi bentuk logaritma natural. sedangkan komponen lainnya tidak berubah. Serta model perubahan terbalik, apabila proses perubahannya berlawanan antara satu variabel dengan variabel yang lainnya.
Untuk menentukan besarnya nilai taksiran koefisien regresi b0 dan b1, Anda dapat menggunakan metode kuadrat terkecil. Berdasarkan model persamaan (3.1-12) dan (3.1-13). Namun untuk dapat menggunakan metode kuadrat terkecil tersebut diperlukan asumsi-asumsi yang melandasi keberlakuan teorinya, antara lain: Nilai harapan kesalahan pengganggu akibat adanya keanekaragaman variabel bebas, harus sama dengan nol. Tidak terjadi korelasi antara rata-rata harapan kesalahan pengganggu untuk kelompok X yang satu, dengan kelompok X yang lainnya. Varians rata-rata harapan kesalahan pengganggu untuk setiap kelompok X harus memiliki nilai yang sama. Serta tidak terjadi korelasi antara unsur kesalahan pengganggu (e) dengan variabel bebas (X).
Ukuran Ketepatan Nilai Taksiran
Perhitungan nilai koefisien regresi dari suatu sampel dapat menghasilkan nilai taksiran yang berbeda dengan sampel lainnya, walaupun permasalahan dan populasinya sama. Dengan adanya perbedaan ini maka kedekatan nilai taksiran koefisien dari setiap sampel dengan nilai koefisien yang sebenarnya, yang bersumber dari populasi, juga berbeda. Karena itu diperlukan suatu ukuran tingkat keyakinan tentang ketepatan nilai taksiran. Ukuran yang biasa digunakan untuk menentukan tingkat keyakinan suatu nilai taksiran adalah (1- )
Selain tingkat keyakinan, Anda juga memerlukan ukuran ketepatan. Namun dalam penentuan ukuran ketepatan Anda sering dihadapkan pada varians sebagai ukuran Besarnya sebaran nilai taksiran, dan simpang baku yang mengukur perbedaan nilai koefisien regresi dari rata-ratanya secara keseluruhan. Simpang baku yang diukur dengan nilai taksiran, dinamakan kesalahan baku, yang dapat Anda gunakan untuk mengukur tingkat ketepatan suatu nilai taksiran.
Untuk menentukan nilai taksiran Anda dapat menggunakan bentuk taksiran tunggal dan interval taksiran. Dalam taksiran tunggal biasanya hanya terdapat satu nilai taksiran sebagai penentu nilai koefisien sebenarnya, sehingga nilai taksiran sama dengan nilai yang sebenarnya Sedangkan dalam taksiran yang menggunakan interval, terdapat beberapa nilai taksiran untuk berbagai kemungkinan nilai koefisien yang sebenarnya, yang dibatasi oleh batas atas dan batas bawah kelas interval.
Pengujian Hipotesis dan Peramalan
Hipotesis adalah jawaban sementara atas suatu masalah yang diungkapkan dalam bentuk konsep pemikiran dan atau pernyataan tentatif tentang dugaan hubungan antarvariabel, yang kebenarannya harus dibuktikan secara empiris. Dengan kata lain hipotesis merupakan suatu proposisi yang dapat memprediksi arah hubungan antarvariabel, dengan fungsi utamanya untuk menguji kebenaran dan atau ketidak-benaran suatu teori.
Setiap ilmuwan umumnya menyangsikan kebenaran suatu pernyataan sebelum terbukti kebenarannya secara empiris, karena itu seringkali dilakukan modifikasi data untuk membuktikan kebenaran suatu hipotesis. Untuk menghindari kemungkinan tersebut maka rumusan hipotesis yang digunakan umumnya diformulasikan untuk ditolak, sehingga disebut hipotesis nol, yang pernyataannya berlawanan dengan hipotesis kerja. Sedangkan pengujian hipotesisnya dapat Anda lakukan baik melalui pengujian interval keyakinan, uji signifikansi, maupun analisis varians.
Kalau keberlakuan suatu hipotesis secara empiris dapat dibuktikan kebenarannya maka Anda dapat melakukan peramalan nilai variabel terikat manakala nilai variabel bebas dan model persamaan beserta nilai koefisien regresinya telah Anda ketahui. Peramalan ini dapat Anda lakukan baik dalam bentuk ramalan nilai rata-rata atau E(Yr/Xr), maupun ramalan nilai variabel terikat secara individual atau tunggal.
Korelasi dan Determinasi
Analisis regresi selalu diikuti dengan analisis korelasi dan determinasi, karena analisis regresi tidak dapat menjelaskan secara tepat tentang tingkat keeratan hubungan antarvariabel yang dianalisis, serta besarnya pengaruh variabel bebas X terhadap variabel terikat Y. Dan persoalan ini dapat Anda jelaskan, rnelalui penentuan koefisien korelasi r serta koefisien determinasi r2.
Selain untuk menentukan besarnya pengaruh variabel bebas X terhadap variabel terikat Y. koefisien determinasi, juga dapat Anda gunakan untuk menentukan tingkat ketepatan linieritas regresi taksiran dari linieritas regresi yang sebenarnya. Karena sebagaimana telah Anda pahami bahwa linieritas regresi sampel tidak selamanya persis sama dengan linieritas regresi yang sebenarnya, yang bersumber dari populasi.
Koefisien korelasi r dan koefisien determinasi r2, dapat Anda cari dengan cara menstransformasikan hasil analisis regresi yang erat kaitannya dengan korelasi dan determinasi yaitu hasil analisis varians dan simpang baku. Atau dicari secara bersamaan dengan koefisien regresi secara sekaligus. Hal ini mencerminkan bahwa analisis korelasi dan determinasi bisa Anda gunakan sebagai teknik analisis tersendiri, yang terpisah dari analisis regresi.
Analisis Regresi Ganda Untuk Tiga Variabel
Analisis regresi ganda adalah suatu metode analisis regresi untuk lebih dari dua variabel, karena itu termasuk dalam analisis multivariate. Namun karena dalam analisis regresi ganda juga dianalisis hubungan antar satu variabel bebas X dengan variabel terikat Y manakala variabel bebas X lainnya dianggap konstan, maka dalam analisisnya juga masih bisa digunakan metode kuadrat terkecil. Karena itu analisis regresi ganda merupakan jembatan penghubung antara analisis regresi sederhana yang bersifat bivariate, dengan model analisis regresi yang bersifat multivariate.
Keberlakuan analisis regresi ganda dilandasi oleh asumsi-asumsi yang sama dengan analisis regresi sederhana, ditambah dengan satu asumsi tambahan, yaitu nonmultikolineariti. Dalam arti di antara variabel bebas X1 dan X2 tidak terjadi korelasi secara linier. Dengan demikian selain antara komponen kesalahan pengganggu e dengan variabel bebas X yang tidak boleh terjadi korelasi secara linier, juga di antara variabel bebas X yang satu dengan variabel bebas X yang lainnya, karena masing-masing variabel bebas X dapat mempengaruhi perubahan variabel terikat Y.
Untuk mempermudah analisis data, maka sebelum dilaksanakan analisis regresi ganda, terlebih dahulu Anda dapat melakukan lima kegiatan awal yang dimulai dari perubahan bilangan data menjadi bentuk log natural. Menentukan jumlah dari semua rata-rata hitung. Menentukan nilai besaran-besaran yang diperlukan untuk keperluan analisis regresi ganda. Menghitung kuadrat untuk setiap variabel, dan menentukan nilai hasil kali dari setiap pasangan variabel.
Variabel Boneka (Dummy Variables) dalam Analisis Regresi
Variabel kualitatif atau variabel boneka (dummy) dapat dipergunakan dalam model regresi bersama dengan variabel kualitatif. Oleh karena itu ahli ekonomi dapat menganalisis masalah ekonomi dengan memasukkan pengaruh variabel-variabel non-ekonomis seperti pendidikan dan kebudayaan, politik, agama, psikologi dan lain-lain terhadap perubahan variabel-variabel ekonomi yang terjadi.
Variabel boneka merupakan alat yang penting untuk mengklasifikasikan data, variabel ini dapat membagi suatu sampel menjadi berbagai kategori berdasarkan atribut misalnya status perkawinan, suku bangsa, agama, tingkat pendidikan dan lain-lain yang dapat dibuat regresi secara individu untuk setiap kelompok kecil. Jika terdapat perbedaan pengaruh variabel tak bebas terhadap berbagai variabel atau perubahan variabel kuantitatif dalam berbagai kelompok kecil, perbedaan tersebut akan terlihat dalam perbedaan yang terjadi dalam intersep atau koefisien arah regresi atau keduanya dari berbagai regresi setiap kelompok kecil (misalnya gaji guru terhadap pengalaman mengajar bagi guru laki-laki dan guru perempuan).
Meskipun variabel boneka merupakan alat yang baik, teknik variabel ini harus digunakan dengan hati-hati.
  1. Jika model regresi memuat suatu bilangan konstan., maka banyaknya data variabel boneka (D) adalah banyaknya kategori untuk setiap data kualitatif dikurangi satu.
  2. Koefisien yang mengikuti variabel boneka harus ditafsirkan dalam hubungannya dengan kategori dasar, yaitu kategori yang diberi nilai dengan angka 0.
  3. Jika suatu model regresi meliputi beberapa variabel kualitatif dengan beberapa kategori, memasukkan variabel boneka sangat banyak memerlukan derajat kebebasan (degree of freedom) disingkat df. Oleh karena itu benyaknya variabel boneka harus disesuaikan dengan banyaknya observasi yang tersendiri atau sebaliknya.
Variabel Tak Bebas Boneka (Dummy)
Model-model variabel tak bebas yang bersifat dikotomi dengan mengambil nilai 1 atau 0 digunakan dalam situasi dimana variabel tak bebas memperoleh tanggapan ya atau tidak, seperti membeli atau tidak membeli rumah, menjadi anggota organisasi atau tidak, dan lain-lain. Model-model dengan variabel tak bebas boneka (dummy), jika dinyatakan sebagai fungsi linear dari variabel bebas (yang bersifat kuantitatif atau kualitatif atau keduanya) disebut model probabilitas linear (LPM) karena nilai yang diharapkan dari variabel tak bebas bersyarat atas nilai tertentu dari variabel bebas dapat ditafsirkan sebagai probabilitas bersyarat terjadinya suatu peristiwa.
Model probabilitas linear mengandung beberapa masalah penaksiran dalam hal:
  1. Kesalahan pengganggu tidak mengikuti distribusi normal.
  2. Varian kesalahan pengganggu heteroskedastik.
  3. Probabilitas bersyarat yang ditaksir mungkin tidak terletak antara 0 dan 1 artinya bisa lebih kecil dari nol (negatif) atau lebih besar dari satu.
Masalah pertama tidak serius, karena penggunaan OLS masih menghasilkan penaksiran tak bias. Untuk sampel yang besar masih bisa melakukan pengujian hipotesis. Masalah kedua dapat ditangani dengan mentransformasikan data. Masalah yang serius adalah masalah probabilitas bersyarat yang ditaksir mungkin tidak terletak antara 0 dan 1. Masalah ini dapat dipecahkan dengan suatu teknik yang menjamin bahwa nilai probabilitas akan terletak antara 0 dan 1.
Model Persamaan Tunggal dan Simultan
Model persamaan simultan berbeda dengan model regresi linear yang hanya terdiri dari satu persamaan saja dengan hanya satu variabel tak bebas, misalnya Y dihubungkan dengan satu variabel bebas X atau lebih (X1 X2, … Xk), variabel-variabel bebas ini diasumsikan tidak berkorelasi dengan kesalahan pengganggu.
Dengan model persamaan simultan bisa memperhitungkan pengaruh variabel-variabel yang timbal balik, sedangkan dengan model satu persamaan kita hanya dapat membuat analisis yang memperhitungkan pengaruh satu arah saja, misalnya pengaruh X terhadap Y, dalam kenyataannya Y juga dapat mempengaruhi X. Contohnya pendapatan (X) mempengaruhi konsumsi (Y), tetapi sebenarnya konsumsi (Y) juga dapat mempengaruhi pendapatan (X), karena peningkatan konsumsi akan meningkatkan produksi dan selanjutnya peningkatan produksi akan meningkatkan pendapatan sebagai balas jasa diterima oleh faktor produksi.
Dalam model persamaan simultan, variabel tak bebas yang sudah muncul dalam suatu persamaan bisa muncul lagi dalam persamaan lainnya sebagai variabel bebas. Variabel yang mempunyai dua fungsi, baik sebagai variabel tak bebas maupun variabel bebas, pada saat berfungsi sebagai variabel bebas dalam suatu persamaan akan berkorelasi dengan kesalahan pengganggu. Sehingga penggunaan metode kuadrat terkecil (OLS) tidak akan menghasilkan penaksir yang konsisten artinya meskipun sampelnya diperbesar sampai tak terhingga nilai penaksir tidak akan sama dengan parameternya.
Masalah Identifikasi
Masalah identifikasi harus diketahui sebelum kita menaksir koefisien-koefisien dari suatu persamaan dalam suatu model persamaan simultan yang dimaksud dengan masalah identifikasi ialah apakah taksiran angka dari koefisisn struktural (koefisien dari persamaan yang asli) dapat diperoleh dari taksiran koefisien bentuk sederhana.
Suatu persamaan dalam suatu model atau sistem persamaan dapat exactly identified, overidentified atau underidentified. Suatu persamaan dalam suatu model disebut exactly identified, jika banyaknya variabel eksogen yang tidak termasuk dalam persamaan sama dengan banyaknya variabel endogen dalam persamaan dikurangi satu Dalam persamaan exactly identified nilai yang unik bagi parameter struktural dapat dihitung dari parameter bentuk sederhana.
Suatu persamaan dalam suatu model disebut overidentified, jika banyaknya variabel eksogen yang tidak termasuk dalam persamaan lebih besar dari banyaknya variabel endogen dalam persamaan dikurangi satu. Dalam model ini akan ada lebih dari satu nilai (tidak unik), untuk parameter struktural dapat dihitung dari parameter bentuk sederhana. Suatu persamaam disebut underidentified, jika banyaknya variabel eksogen yang tidak termasuk dalam persamaan lebih kecil dari banyaknya variabel endogen dalam persamaan dikurangi satu. Dalam model seperti ini tak satu pun dari parameter struktural yang dapat dihitung dari parameter bentuk sederhana. Masalah identifikasi muncul karena sekelompok data dapat dipergunakan untuk menaksir suatu model yang berbeda atau suatu kelompok koefisien struktural yang berbeda. jadi dalam regres P (harga) atas Q (kuantitas barang), kita tidak tahu apakah yang kita taksir itu suatu fungsi permintaan atau penawaran, karena kedua funSgsi tersebut menghubungkan harga dan kuantitas barang.
Untuk menaksir identifiabilitas (dapat diidentifikasikannya) suatu persamaan struktural, kita dapat menerapkan teknik persamaan bentuk sederhana, tetapi prosedur yang memakan waktu ini dapat dihindarkan dengan menggunakan “the order rank condition of identification”. Meskipun order condition mudah diterapkan tetapi hanya menunjukkan kondisi yang diperlukan untak diidentifikasi, sedangkan rank condition memenuhi baik untuk kondisi yang diperlukan dan cukup untuk diidentifikasi. Jika persyaratan rank sudah dipenuhi, maka persyaratan order akan terpenuhi juga.

BIBLIOGRAPHY

Baumol, J. A. : Economic Theory and Operational Analysis
Blaug, Mark : Economic Theory in Retrospect
Chamberlin, E.H. : Monopolistic Competition
Dornbusch, R. and Fishers : Macroeconomics
Friedman, Milton : Consumption Function
Hansen, Alvin : Guide to Keynes
Hicks, J. R. : Value and Capital
Johnson, Harvey : Macroeconomics
Keynes, J. M. : General Theory of Employment, Income and Interest
Marshall, Alfred : Principles of Economics
Robinson, Joan : Imperfect Competition
Samuelson, Paul : Economics
Schumpeter, J. A. : History of Economic Analysis
Stigler, George : Economic Theory
Stonier and Hague : Text Book of Economic Theory

3 Des 2011

INDEX

BASIC CONCEPTS (Chapter 1-2)
Chapter 1 Introduction to Economics
1. 1 Definition and Nature
1. 2 Macro and Microeconomics
1. 3 Positive and Normative Science
1. 4 Positive Economic Theory and Analysis

Chapter 2 Demand, Supply and Elasticity
2. 1 Fundamental Concepts
2. 2 Demand Schedule, Function and Law
2. 3 Supply Schedule, Function and Law
2. 4 Elasticity of Demand and Supply
2. 5 The Concept of Equilibrium

MACRO ECONOMICS (Chapters 3-7)
Chapter 3 Macro Aggregates, Unemployment and Inflation
3. 1 Macro Aggregates
3.2 Unemployment
3.3 Inflation

Chapter 4 Aggregate Demand and Aggregate Supply
4. 1 Aggregate Demand
4. 2 Aggregate Supply
4. 3 Equilibrium

Chapter 5 Output - Employment Theories (Classical and Keynesian)
5. 1 Classical Theory
5. 2 Keynes’ Employment Theory

Chapter 6 Money and Banking
6. 1 Money
6. 2 Banking

Chapter 7 Fiscal and Monetary Policies
7. 1 Fiscal Policy
7. 2 Monetary Policy

MICROECONOMICS (Chapters 8-15)
Chapter 8 Theory of the Consumer
8. 1 Nature of the Consumer
8. 2 Equilibrium of the Consumer

Chapter 9 Equilibrium of a Firm
9. 1 Concept of Firm
9. 2 Factors of Production and Product Output
9. 3 Costs and Profits
9. 4 Costs Analysis

Chapter 10 Perfect Competition
10. 1 Features of Competition
10. 2 Competitive Equilibrium
10. 3 Short Run Equilibrium
10. 4 Long Run Equilibrium
10. 5 Exit or Shutdown point

Chapter 11 Monopoly
11.1 Nature and Sources
11.2 Monopoly Demand Curve
11.3 Monopoly Equilibrium
11.4 Evils and Wastage of Monopoly

Chapter 12 Oligopoly Market
12.1 Oligopoly
12.2 Cartels

Chapter 13 Monopolistic Competition
13.1 Market Imperfections
13.2 Equilibrium under Monopolistic Competition

Chapter 14 Labor Market
14. 1 Demand and Supply
14. 2 Marginal Productivity Theory
14. 3 Supply Curve of Labor
14. 4 Monopsony and Exploitation of labor

Chapter 15 Capital Market
15. 1 Basic Concepts
15.2 Productivity of Capital
15.3 Market Rate of Interest
15.4 Investment Decisions

1.4 Positive Economic Theory and Analysis

It will be noticed that value judgments and normative elements are unavoidable in economic discussions. Yet economists and researchers take the effort of preserving and developing the scientific content of the subject matter. There is a standard theoretical model generally used and improved upon in most analytical work. This model emerges out of neo-classical techniques introduced at the beginning of this century. Professor Danie M. Hausman in his recent book Inexact and Separate Science of Economics has brought out several basic features of this theoretical model. The important features are :
(A) Marginal Approach: The standard theoretical model used in economics is also called a marginal method or approach. This is because all optimizing decisions are taken ’at the margin’ under this method. Margin or marginal change means infinitesimally small changes in an economic entity under consideration, such as utility, cost, factor services, wage rate, quantity demanded or supplied, etc. Such a small or marginal change is in fact a mathematical tool used in calculus. In mathematics, the first derivative of any algebraic function is known as ’the rate of change.’ In economics, marginal value or quality serves exactly the same purpose. This can be illustrated as:
In each case marginal value indicates the rate of change. With a small variation in the quantity of x, the marginal utility changes at the rate of 2, or with a small change in the quantity of x, marginal revenue changes at the rate of 0.75. In both these examples, the sign of the marginal values is positive. Therefore both marginal utility and marginal revenue tend to increase with every increase in the quantity of x. This however need not always be the case. In the present case, the functions are said to be rising. But there may be falling functions as well, such as that of the cost of production in the initial stages. In that case, value of the marginal cost may be negative. In fact, productive activity normally and beneficially occurs on the falling phase of the average cost curve. This will get clearer as we proceed.
(B)Ceteris Paribus (restrictive) clause : The marginal method of economic analysis deals with the rate of small changes. Moreover, these are instant and isolated changes. We need to concentrate on the effect of such changes on concerned individuals. But actually, economic activity is highly complex and consists of interdependent factors. Therefore such isolated changes can be examined only under highly restricted conditions. We have to make a heroic assumption about the constancy or absence of change in all other related factors or causes. For instance, an individual’s demand for a commodity depends on several conditions such as the price of the commodity (P), prices of its substitutes (Ps), income of the individual (Y), the number of members in his family (N) and the tastes of that individual (Z). Such a relation can be expressed in a functional form as :
d = f (P, Ps, Y, N, Z).
This explains that ’d’, the quantity of a commodity demanded, functionally depends upon five different factors. In other words, any change in any one of these factors can result in a change in the quantity demanded. However, the marginal approach is partial in nature. It attempts to concentrate on any one of these factors at a time, in analyzing its effect. The rest of the factors are assumed to be constant. This is the implication of the Ceteris Paribus a condition which means ’other things remaining equal.’ If we want to concentrate on the isolated effect of changes in the price of the same good (P) on the quantity demanded, then this can be written as :
d = f (P) [Ps, Y, N, Z]const.
Here the second bracket, i.e. […], serves as a Ceteris Paribus assumption in explaining the price-demand relation.

1.3 Positive and Normative Science

Whether economics is a science or a subject of the humanities; and whether it is positive or a prescriptive science is a frequently debated issue. All material sciences such as physics, chemistry, biology, mathematics are pure, abstract and positive sciences. But social sciences like economics, politics, philosophy, history, etc., attempt to analyze human behavior, actions, motives and desires. Human behavior is quite unpredictable. Therefore the degree of positivity and accuracy is expected to be lower in social sciences. Yet the science of economics enjoys the benefit of quantification. Commodities such as machines, tools, land, fruit, clothing, etc. as well as services such as those of teachers, doctors, technicians, etc. which create utility, want and satisfaction are quantifiable. Hence economics has a slight edge over other social sciences.
Though economic scientists have all along been striving to put it on a positive scientific footing, there is a limit within which this can be possible. In its initial stage, economics as a subject was introduced in the atmosphere of ’laissez-faire’ which was mainly dominated by free enterprise and individualism. But in the 20th century after the two world wars (1914-18 and 1939-44) and the period of the Great Depression (1929-33), the significance of individualism was considerably reduced. It has partly been substituted by large-scale public and governmental activity. Today all over the world, public authorities have been allocating 30 to 35 percent of the national income (Gross Domestic Product - G.D.P.) and national resources towards public expenditure alone. Since a great deal of public expenditure should follow the basic criterion of economic efficiency, this has led to an ever increasing interest in the analysis of the economic policy. Some of the goals that the economic policy aims at can be listed as follows:
  1. Output and employment: maintaining high levels of output and employment. All able-bodied citizens who desire to work should be provided with job opportunities.
  2. Aggregate Demand: maintenance of the high levels aggregate demands so as to avoid any fluctuation in economic activities and avoid the dangers of an economic depression.
  3. Steady Growth: direct the economy in a manner that will enable steady growth conditions. In order to ensure this large-scale public investment programs should be undertaken.
  4. Price Stability: maintaining fairly stable levels of prices and to check if the average annual growth rate of prices is compatible with the growth rate of productivity. Controlling inflation is a major challenge faced by modern public authorities.
  5. Redistribution of Income: Usually, market-place distribution of income is likely to be faulty. It may result in economic injustice by aggravating income and wealth inequalities. Public authority holds the responsibility of reallocating a part of the resources from better-off sections (with progressive taxation) into the hands of the poorer sections of the society.
A variety of such goals of economic policy clearly suggest that a market place profit- maximizing criterion is not adequate to satisfy these objectives. Therefore public authority has to pursue egalitarian measures: thus the process of determining the norms of economic activity bring in normative considerations. Apart from matters of policy, economists often indulge in value judgments. This is precisely because economists themselves are economic agents or ’actors’ and they have their own ideological commitments. An economic researcher is himself involved in the activities that he is supposed to observe and analyze. By way of example, if he is confronted with a choice between some percent rise in the inflation rate and a rise in the rate of unemployment then he is less likely to prefer the increase in the rate of unemployment. Even otherwise, various statements of economic importance contain an element of value judgment. This can be illustrated by the following statements:
  1. 'Perfect competition is a just form of the market.'
  2. 'Workers must receive minimum wages.'
  3. 'Wage cut solution to reduce unemployment may be good economics but bad politics.'
  4. 'That government is the best which spends the least.'
All such statements with their content of value judgments make the science of economics prescriptive or normative in nature and reduce its positive strength.

1.2 Macro and Microeconomics

These are two branches or rather methods of exposition of the science of economics. The distinction between them can best be explained by comparing their main features. As the terms suggest, macroeconomics deals with the market on a large-scale and its aggregate problems, while microeconomics concerns markets on a small-scale and individual aspects of the problems. There are six distinct aspects of the two approaches that are shown as in the following table:
   
    
Microeconomics
Macroeconomics
(a) Units of the study
Individual consumers, producers workers, traders, etc.
Aggregate units such as state National or International economy.
(b) Activities Optimization and maximization of personal gains and profits. Long term growth, maintenance of high levels of production and employment.
(c) Origin Micro activities emerge on the demand side of consumer’s choices.
Problems of long-term growth depend upon the supply of productive resources
(d) Conditions
This approach is functional under static conditions and small time intervals.
This approach is functional under dynamic conditions and complex long run changes.
(e) Methods
It is concerned with small adjustments, for which the application of a marginal method is suitable.
It deals with complex, dynamic changes inviting the use of advanced mathematical techniques.
(f) Levels
Micro adjustments in resource A allocation are made in response to changes in relative prices of goods and services. The aggregate level of income or total economic activities is considered to be constant.
Macro approach attempts to find the conditions of long-term expansions in output as a whole, assuming relative prices as constant (or significant).
This distinction between micro and macroeconomics as presented above is only a matter of theoretical convenience. The two approaches are complementary and not competitive; one cannot consider these to be watertight compartments. Moreover, the distinction is to be understood as relative in nature. The problems of a city municipal corporation are macro in nature as compared to those of individual citizens, but a city unit is micro as compared to the state, and the state unit is micro as compared to the nation and the national unit can be considered micro in the context of the global economy. Again all economic problems and activities, whether micro or macro are ultimately connected with making a choice and optimization. They emerge out of and are concerned with human behavior.

CHAPTER 1 : INTRODUCTION TO ECONOMICS (BASIC CONCEPTS)

1.1 Definition and Nature
Economics is a relatively new science: it came into being a little over two centuries ago. So far it has developed into three main stages: the Classical (Adam Smith 1776), the Neo classical (Marshallian 1885), and Modern Keynesian (Macro 1936) schools. Corresponding to these there are three distinct definitions of the subject. Initially it was considered as a science of wealth, through its fourfold activity of consumption, production, distribution and exchange. Marshall related the subject to economic welfare, ’most closely connected with the attainment and the use of material requisites of well being.’ However Lionel Robbins (1932) gave the subject a positive scientific basis. His definition is widely acknowledged:
Economics is the science which studies human behavior as a relationship between ends and scarce means which have alternative uses.
In this way, Robbins has at once relieved economics of both wealth and welfare considerations. It is now considered a science purely of human behavior in specific situations. Such an economic situation is one which is marked, on the one hand, by multiple ends (wants and their satisfaction) and, on the other, by scarce or limited resources (money, land, water, energy, capital etc.). This necessarily compels individuals to economize and optimize; for instance, one attempts to maximize one’s satisfaction, profits, wages, salaries, etc. and minimize on one’s resources (expenditure, cost of production and effort). This is likely to ensure the best results for all economic activities.
Yet economics is neither the science of ’ends as such’ nor of ’scarcity’. Resources though scarce, are capable of alternative uses. Land can be used for cultivation (of wheat, rice, cotton, etc.) or construction, or even for commercial purposes. Labor can be employed in various ways - in factories, for road construction, in agriculture etc. Capital can be used for the purchase of factory equipment, for raw materials, or for investing in shares and bonds, etc. Again from among multiple ends like purchasing a car, a house, or traveling abroad, etc. the one which is urgent and the most satisfying can be chosen. Hence under economics one studies the interesting way in which an individual or the society as a whole allocates its scarce resources.

15.4 Investment Decisions

(A) Discounting: One important but difficult part in the process of transactions in the capital market is about appropriate investment decisions. How does one decide whether a certain type of investment will be profitable or not? Let us continue with our earlier example:
A lender who gives a loan of $1000 receives $1100 after a year and $1210 after two years when the rate of interest is 10 percent. These future values of present lending are determined by the compounding process.
Future Value V = K (1 + r)1 = 1000(1 + 0 .10) 1 = 1000(1 .1) = 1100
V = K (1 + r)2
= 1000(1 .10)2 = 1000 (1.21) = 1210
In this example, K is the present lending value and V, the future value. Since we already know the expected future income, to arrive at its equivalent present value, we need to reverse the process or discount the future values at the rate of the current interest rate.
(B) Investment Decisions: There is a similar method employed for discounting future streams of income which is applicable in making appropriate investment decisions. Let us assume that a taxi driver wants to purchase his own car and to use it as a taxi for earning regular income. Suppose the present market price of the taxi cab is $1000. The present rate of interest (discount) is 10 percent. The life of the taxi is likely to be four years. During these years the taxi driver expects to earn an average annual income of $3000. At the end of the fourth year the vehicle cannot any more be used as a taxi but can be sold out as scrap at a value of $1000. Keeping this in mind the driver has to decide if it will be worth purchasing the car. At a glance it appears that the taxi will bring a total income of $12000 (3000 ´ 4) plus scrap value of $1000. The sum of $13000 as future income on the present investment is attractive. However, other factors must also be considered. The expected income streams in the future have to be discounted at the rate of 10 percent because the market rate of interest acts as an opportunity cost. The taxi owner could have earned this much by depositing $10000 with the bank if he were to possess such resources. Otherwise he could have borrowed $10000 from the bank and promised to pay interest charges. The present discounted value of these expected incomes would be as follows:
In the present case the discounted value of 10509.59 exceeds the investment value of $10,000 by $509.59. Therefore the investment decision is profitable. If the present value were lower than the total investment, and subsequently, if the difference were negative then the investment decision would not have been profitable.
Let us assume that the market rate of interest is as high as 15 percent but retain the initial investment amount of $10,000 and the final scrap value of $1000. The present discount value of the capital asset will be negative and it will not be worth while to invest in it. Discounted values of the expected incomes in this case are as follows:
Since the net addition to the income is negative, an investment decision will not be profitable.
Let us briefly summarize the two cases.
Case 1: Profitable          Case 2: Net Profitable
Initial Investment $10000 Initial Investment $10,000
Rate of Interest   10% ;      Rate of Interest 15%
Scrap value $1000           Scrap value $1000
Sr. No. Expected Annual Income Discounted Present Value Expected Annual Income Discounted Present Value
1 3000 2727.27 3000 2608.7
2 3000 2479.34 3000 2268.43
3 3000 2253.94 3000 1972.52
4 3000 2049.04 3000 1715.26
  1000 2040.04 1000  
 
10509.59   9564.91
    -10000   -10000
Net Value   +509.59 Net Value   -435.09
(C) Practical Difficulties: A decision regarding investment is a complex and difficult activity. To compute discounted values and to compare them with expected income is a formidable task. The method explained above is quite similar to the Keynesian concept of Marginal Efficiency of Capital (MEC). In actual decision making there are further risks involved. We have assumed fixed average future expected returns. We have also assumed uniform constant rate of interest. Both these expectations are likely to go wrong. Such conditions of uncertainty take away the possibility of accurate investment decision making. The only conclusion we can draw is that investment decisions are likely to be more profitable at a relatively lower rate of interest and less profitable at a relatively higher rate of interest. Therefore a lower rate of interest which simultaneously falls is more favorable to investment activity.

15.3 Market Rate of Interest

Borrowing and lending are capital transactions. Savings or bank credits are supplied as loanable funds. Borrowers pay the extra charges of interest or discount for the use of loanable funds. Therefore the rate of interest is the price of borrowing loanable funds. Matters like the interest rate being positive, or then how high (or low) an interest should be charged are determined in the same manner like other commodity prices. It is the supply of savings and the demand for loanable funds which together determine the rate of interest. If the number of savers and their amount of saving exceeds the needs of the borrowers then the rate of interest will be relatively low. But if the loanable funds supplied are smaller in size than the needs of the borrowers the rate of interest will be relatively higher. Demand for funds borrowed increases with every fall in the rate of interest. Therefore supply of savings or loanable funds is an upward sloping curve. Demand and supply schedules in the capital market together determine the rate of interest.
In Figure 57 DD is the downward sloping demand curve for loanable funds. The supply curve of loanable funds SS is upward sloping showing an increased savings effort with every rise in the rate of interest. The two curves have intersected at point e which is an equilibrium position in the capital market. At point e the quantity of loanable funds exchanged is L and the rate of interest is r. If the rate of interest is somewhat higher, for instance, like r1, then supply of saving s1 will exceed demand for loanable funds d1 (s1 > d1). Therefore some savers will try to push down the rate of interest and move in the direction of the point e. On the other hand, if the actual rate of interest is lower (r2) then the demand for loanable funds, d2, exceeds supply of savings s2 (d2 > s2). Some of the borrowers will then remain unsatisfied and will try to push the rate of interest upwards by moving in the direction of the point e. Thus r is the only stable equilibrium rate of interest.

15.2 Productivity of Capital

(A) Physical and Value Productivity: Capital is a productive agent; so it must result into an enhanced productive efficiency in the act of production. The result of employment of machines should lead to a sizable increase in the total output produced. If a handloom factory produces 300 yards of cloth daily then, with the introduction of the powerloom, there must be net improvement in the cloth output produced such as of about 400 to 500 yards. This is termed physical productivity of capital. According to Bohm Bawerk, there must also be value productivity (in terms of future utilities) of capital. This is necessary because in the act of capital formation there is considerable time lapse. Human valuation of present goods or their present consumption opportunity is relatively larger than similar but uncertainopportunities in the future. Therefore future enhanced size of goods must also compensate for such value differences. This compensation is called agio or discounting process.
(B) Stock and Flow: The concept of capital is essentially a stock concept. Such a stock of goods produces income for future consumption opportunities. A house purchased with an investment of $15,000 today will bring in rent for the future 20 years or so. Investment in the house is the stock and future rent is an income flow. Sir Irving Fisher has spoken in terms of a cherry tree which is the stock and cherries that are collected every day as the flow of income. Flow comes only when stock is present. Therefore in order to enrich future income one has to build the stock and improve it from time to time.
(C) Net Investment and Depreciation: Capital formation is not a once for all activity. It needs to be continuously sustained and improved. This can be possible only when the stock of capital grows in size in the long run. Fresh addition made to the stock annually or from time to time is called net investment. However, total annual investment activity may not be fully realized in the form of increase in the stock of capital. This is because part of the present capital is likely to depreciate. Hence, additional investment expenditure over and above depreciation charges makes for the net investment and capital formation activity. As an illustration, let a company that produces goods possess a total stock of capital goods worth $10,000. These capital goods such as machinery, tools etc. may have an average life span of 5 years. Therefore after 5 years the entire capital stock will be exhausted and no further productive activity will be possible. In order to replace the present stock after 5 years some amount of current income has to be set aside. Such an allowance is called depreciation charge or alternatively capital consumption or replacement charge. In the above example, the firm has to set aside 1/5 or 20 percent of the value of the stock every year. Hence the firm’s depreciation charges will be $2000 per year (10,000 ¸ 5 = 2000). If the annual investment activity of the firm is $3000 then it can add to the stock as well. In this case $3000 is the gross investment. Out of this amount $2000 are required for depreciation purposes; the remainder $1000 is the firm’s net investment. We can conclude that the firm’s net investment or capital formation activity will be positive and its stock of capital will increase when its gross investment exceeds depreciation requirement. If gross investment falls short of the depreciation allowance then net investment will be negative.
GI - D = NE 3000 - 2000 = 1000 Positive
GI - D = NE 2000 - 2000 = 0 Nil
GI - D = NE 1500 - 2000 = - 500 Negative
(D) Interest and Discount: Capital goods are productive and they increase the future stock of goods. Therefore capital is said to be an asset which brings net return or additional income in the future course of time. Such net return on capital is called its rate of interest. Rate of interest may be both real as well as monetary in form. If we lend 500 quintals of wheat to a farmer during the planting season to be used as seeds, he may promise to return 550 quintals after the harvest season. The additional 50 quintals he returns is the real interest on the capital lent. The rate of interest in this case is 10 percent. Since almost all economic transactions today are performed in currency units the rate of interest is charged and paid in monetary units. The farmer in the above example may approach a banker for a loan of $1000 with a promise to return $1100 after a year. In this case the farmer pays an interest of $100 which is 10 percent of the loan but in monetary units. It is easier and more convenient to compute and charge interest in the form of money. This is because loan transactions are carried out over a long number of years in which case, the compound interest to be charged also increases in value.
As in the example above, if a bank lends an amount of $1000 at 10% rate of interest after one year the total amount repayable will be $1100 of which the capital or principal amount is $1000 and the interest amounts to $100. Further if we suppose the loan is extended over the second year the amount to be repaid will be more than $1200 because at the end of the first year $1100 were repayable and hence have been renewed as loan for the second year. 10% of 1100 will be equal to $110. Therefore at the end of the second year, the borrower would have to repay $1210.
1000 (principal) + 100 (first year’s interest) + 110 (second year’s interest) = 1210
This process is called compounding of interest charges. As the number of years of the borrowing period increase the compounded interest goes on increasing. In general, for n number of years, the mathematical formula used for compounding purposes is as follows:
V = K(l + r)n [V = K(l + r)1, K(l + r)2…, K(l + r)n]
’V’ is the final value of the loan plus interest, ’K’ is the capital or principal amount borrowed, ’r’ is the rate of interest and ’n’ is the number of years of borrowing.
In our example, V = 1210, K = 1000, r = 10% or 0.10 and n = 2
Discounting is an opposite process. The interest rate enhances the present value of the principal in the future course of time. On the other hand, the discounting method reduces future incomes or values at a certain rate to determine their worth under present valuation. Since the future is uncertain, price levels and other conditions may alter and therefore the lender considers the future value to be lower under present valuation. The rate of discount is calculated as the extent of difference in valuation. Normally the rate of interest also acts as a rate of discount. In the above example the amount of $1100 an year ahead is equivalent to $1000 today. This way, the present value of the future income has been discounted by 10 percent.

CHAPTER 15 : CAPITAL MARKET

15.1 Basic Concepts
(A) Meaning and Importance: Capital is the second important factor of production. Whereas labor is a human agent, capital is a material agent of production. Capital is, however, a controversial factor. This is because capital is composed of a large variety of heterogeneous goods. There are no uniform units for its measurement. It is difficult to determine the productivity of capital. Leaving aside such issues we will attempt to collect useful information about this chief agent of production. It is also difficult to find an accurate definition of capital. This is because capital is not confined to any set of goods as such; capital is a function that the goods perform. In the early 20th century, the Austrian economist, Bohm Bawerk defined capital as a produced means of production. Two things are remarkable in this definition.
i) Capital is an already produced means or factor of production. Machines, factory buildings, railway wagons etc. are examples of Capital. This suggests that capital, unlike land or labor, is not a natural agent of production. Since land and labor are used to generate capital, capital is said to be a result of past land plus labor (because land and labor are spent in producing capital). Therefore capital is sometimes called dead labor or past labor.
ii) Capital is also a means of production. There are a variety of produced goods such as sugar, milk, cloth, steel, electricity etc. which may not all be capital goods. All produced goods together constitute wealth. Total wealth can be used only in one of the two ways. It can be consumed immediately for the present satisfaction of wants or part of the wealth may be saved and used in further acts of production. When it is used in the second form wealth becomes capital. This makes it clear that it is not the goods themselves which are capital but it is the use of these goods that makes it capital. In this sense, capital refers to a function of goods rather than the goods per se.
(B) Investment Savings: Capital is a valuable agent of production. It tremendously enhances productive capacity. For instance, a fisherman, who can catch 10 fish per day with his own hands, can collect 50 or more fish with the use of a net. The use of a net thus enhances the fisherman’s catch. Modern machines play a similar role by enhancing productive efficiency in ever increasing proportions. This requires careful development of the supply of capital. The whole process is called capital formation. It begins with the act of saving. Right from the days of Adam Smith (1776) economists have recognized the importance of savings. They have often called it thrift. In order to make capital goods available, society must protect or set aside part of the wealth from being presently consumed. Since in modern times economic activities are carried out in money or currency units part of the income is to be saved. Such individual savings are collected by banks and other financial agencies. These collective savings are passed on to businessmen for the purpose of investment. The investors make use of borrowed savings either to purchase or construct new capital goods. Finally, such goods are used in productive activity. The entire process makes up for capital formation activity. Any flaw or delay in the process reduces final outcome of capital goods.
(C) Types of Capital: Capital is a functional concept and is not restricted to a specific set of goods. Therefore a variety of goods and services assumes the role of capital.
i) In the first place, there is physical capital and financial capital. All material agents of production such as plants and machinery, tools and equipment, power or energy resources, transport vehicles, etc. are physical forms of capital. When all economic activities are widely monetized there is an equivalent stream of financial or monetary capital. This takes a variety of forms. Financial investments can be made in time deposits of commercial banks or through purchase of bonds, shares, debentures (loan certificates), purchase of government securities, etc. All such investments are together known as portfolio investments. Share capital of companies or corporations is called equity investment. Households undertake such investment with a view to earn attractive interest or dividend income. Paper investment by itself must not be regarded as the final generation of capital goods. It is merely a step in that direction. Complete paper investment may not necessarily get converted into physical capital. Still it is an important part of the process of capital formation.
ii) A useful distinction is also made between physical capital and human capital. Just as investment is made in physical goods to enhance their productive capacity similar investment can be made in human beings to promote their efficiency. Over the past few decades the role of human capital has been specially emphasized. Prof. Schultz defines investment thus: Any expenditure on the upkeep and development of the physical and spiritual qualities of human members of society is called investment. It performs a similar function of improving future productive resources of society. It is also suggested that human capital and investment activity is superior and in the long run produces permanent gain to a greater extent. Health, education, nutrition, training, etc. are the types of facilities contributing to human capital development. The whole process is known as Human Resource Development (HRD) activity.